Rabu, 21 Oktober 2015

Hikmah (2)

MENEMUKAN MAKNA DZIKIR


Aku adalah makhluk pencemas. Betapa setiap hari ada saja yang membuat hatiku ini gundah, bingung, takut.... Entah itu karena kesehatanku yang buruk, aku menderita kolesterol tinggi, anemia parah, HB darah sangat rendah, bronchiasmatis, trigliserid darah tinggi, gula darah selalu menjauhi normal, vertigo, asam lambung tinggi. Juga karena mengkhawatirkan jodoh, aku takut mati sebelum merasakan nikmatnya menikah dan bersuami. Lalu takut bahwa setelah menikah aku tak akan bisa punya anak karena aku suspect PCOS. Lalu masih ditambah dengan seribu kecemasan dan kebingungan dalam tumpukan masalah kerja dan keluarga.

Rasanya hidupku begitu sempit dan sumpek. Tapi, setakut apapun aku pada hidup, ternyata aku lebih takut pada rasa kesepian dan pada mati. Namun lagi-lagi, kesepianku dan ketakutanku pada maut makin mempersempit hidupku. Sungguh lingkaran setan yang terkutuk! Astaghfirullaah....

Aku beruntung, Allah menciptakanku sebagai pribadi yang terbuka, dan memberikan sedikit kemampuan menulis padaku. Bukan untuk orang lain, tapi justru untuk diriku sendiri. Dari tulisanku sendiri aku bisa lebih mengenal diriku. Dan itu menghadirkan rasa malu.

Aku tak berhenti bertanya mengapa aku tampil begitu buruk, lemah, penakut.... Mengapa?

Melalui tahun demi tahun aku mencoba mencari, apa yang bisa membuatku tenang. Apa yang bisa menentramkan hatiku. Dan bagaimana?

Lalu kutemukan Ar-Rahman: 19 kali ayatnya berseru: 

"fabiayyi aalaa i rabbikumaa tukadz dzibaan...." 
"Maka, nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?"

Ya Allaah... Apakah aku termasuk makhlukMu yang kurang bersyukur? Aku tersungkur, terpekur dan menangis.... Flashback hidupku kembali terputar di memoriku. Astaghfirullaahal'adziim... Ya Allah, adakah ampunan untukku yang lalai...???

Kesadaran yang menampar bertubi membuatku makin terpuruk masuk ke dalam diriku. Aku begitu gundah. Gegap gempita dengan semua kurangku. Tak kutengok lagi apa kata orang, sebab yang mereka semua katakan tak ada yang lebih buruk dari apa yang kutemukan dalam diriku. Allah.... Adakah ampunan untukku?

Tidak ada yang bisa melerai hatiku, sampai aku dipertemukan sebuah ayat singkat dalam Al Qur'an. Dipenggal ayatnya kubaca: 

"... Hanya dengan mengingat Allah, maka hati sanubari menjadi tenang."
(Ar Ra'du: 28)

Kembali aku tersungkur, terpekur dan menangis. Allaah telah memberikan petunjuk. Lalu bagaimana aku memaknainya? Inikah dzikir? Dzikir yang bagaimana?

Tidak! Ayat itu bukan hanya bermakna agar Aku memperbanyak berucap istighfar, berucap takbir, atau hamdalah. Sebab toh selama ini secara otomatis aku telah melakukannya. Namun bagaimana caraku mengingat Allah agar hatiku menjadi tenang? Aku begitu pepat, hatiku dan pikirku terasa mampat. Sampai pada akhirnya aku berteriak pada Allah...

"Ya Allah! 
Sampun! 
Aku menyerah! 
Sumonggo Gusti, sedoyo kersanipun penjenengan!"

Aku benar-benar menyerah. Kupasrahkan semua hanya pada Allah. Setelah itu aku jalani saja hidupku. Tak kupikirkan apa-apa, terutama hal-hal buruk yang mencemaskanku dan membuat hatiku takut. Kulakukan yang bisa kulakukan dengan sebaik-baiknya. Tak kupikirkan lagi nantinya mau jadi bagaimana.

Dan, Subhanallaah... Hidupku perlahan mulai tertata. Semua sumber kecemasanku mereda. Sakitku satu persatu teratasi, aku menjadi semakin sehat. Masalah satu persatu terselesaikan. Bahkan jodohku datang, aku dipertemukan Allah dengan seorang lelaki sederhana berhati baik yang sangat penyayang lagi murah hati. Lalu kini, di usia pernikan kami yang memasuki 2 tahun ini akupun hamil secara alami. Laa haula wa laa kuwwata illaa billaah...

Apakah ini makna dzikir? 
Mengingat Allah dalam setiap langkah. 
Berserah diri sepenuhnya kepada Allah....

Begitulah kisahku. Bukan tausiyah, tapi Berbagi pemahaman dan pemaknaan hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts