Senin, 29 Desember 2014

Mengenang Mbah Tung (2)

MISTERI HILANGNYA TELUR PEDAS
DAN GENTHONG AIR BERMINYAK


Menjelang waktu sholat dhuhur dan makan siang..... tiba-tiba terdengar dua seruan yang hampir bersamaan:
"Iki kok banyune genthong nglenga?" seru Mbah Tung. (artinya: ini kok air dalam gentong jadi berminyak?).
"Lo, iku jangane endhog kok entek tapis, sopo sing mangan?" seru Mak'e. (artinya: lo, itu sayur telurnya kok habis tandas, siapa yang makan?). 

Apa yang terjadi? 

Hi hi hi ..... ini memang agak aneh.... pelakunya langsung keluar rumah, segera main panjat-panjatan pohon belimbing di halaman depan, pura-pura tidak tahu-menahu telah menjadi penyebab krisis krusial di dalam rumah!

Sambil ngedumel pelan-pelan, Mbah Tung menguras genthong besar dari tanah liat yang super berat itu. Padahal semula airnya telah benar-benar penuh. Dan untuk memenuhi genthong besar itu, sepagian tadi Mbah Tung telah bekerja keras memompa air. Maklum, jaman waktu itu belum ada pompa air listrik (dalam bahasa kami disebut SANYO, meskipun sebenarnya itu hanyalah salah satu merk pompa air listrik). 

Kali ini kerja keras Mbah Tung jadi dobel-dobel. Minyak yang menempel pada dinding genthong sulit dihilangkan. Genthong harus diasahi (dicuci bersih) menggunakan sabun jeruk (nah, ini adalah sabun colek favorit waktu itu. Maklum, belum ada Sunlight). Jadi dalam proses pembersihan itu, genthong harus beberapa kali dijungkir-balikkan ketika dibilas. Dan tidak berhenti sampai di situ. Setelah bersih, genthong harus diisi sebab air itu penting untuk keperluan harian yang mutlak harus memakai air suci, yaitu wudhu dan memasak. Jadi siang itu Mbah Tung olahraga lagi menggerakkan pengungkit pompa air manual yang lumayan berat, naik turun - ngik ngok..., naik turun - ngik ngok..., naik turun - ngik ngok..., naik turun - ngik ngok..., naik turun - ngik ngok..., naik turun - ngik ngok... terus, terus,dan terus sampai gobyos!

Hasil final dari kerja keras itu: Mbah Tung ketinggalan jama'ah sholat dhuhur di langgar kampung!

Lalu bagaimana dengan sayur telur pedas yang hilang itu?

Hemmmm.... begini lo ceritanya. Pagi tadi, Mak'e (sebutan kami untuk Mbah Putri Temanggung) masuk kandang. aku tahu kalau Mak'e masuk kandang ayam keperluannya hanya satu: mengambil telur! Jadi dengan keceriaan ala Alin si kutu loncat, aku ikut masuk kandang, ikut memunguti telur-telur. Itu telur-telur kesayanganku, telur-telur kesukaanku, tak boleh ketinggalan!

Asyiknya lagi, dari kandang, Mak’e langsung mencuci telur-telur itu. Alamat nih, telur-telur itu bakalan dimasak, nggak mungkin dijual. Nah-nah, Mak’e mengambil blarak, njuk ngejros rek jros. Aasyik! Aku ambil bumbung (bambu pendek untuk meniupkan udara) sembari teriak-teriak, “Aku sik nyebul! Aku sik nyebul!” (artinya: "Biar aku yang meniup! Biar aku yang meniup!”) He he he, jaman waktu itu, pawone Mak’e belum pake kompor minyak, masih pakai tungku kayu bakar. Kayu bakar ditata di lubang tungku, blarak (daun kelapa) kering yang pertama dibakar sebagai api pemancing. Kalau sudah ada ujung kayu yang ikut terbakar, kami segera membesarkannya dengan cara meniupkan udara ke dalamnya melalui bumbung. Tapi waktu itu aku terlalu keras meniupkannya, dan tidak tepat sasaran… “Buuusss….” Semua abunya ikut madul-madul… haduh, kelilipan…. Bener-bener bikin kelabakan….

Nah, ini, dimulailah episode ngedumelnya Mak’e. Bumbung itu diambil alih, dan Mak’e meniupkan udara ke tungku. Api segera jadi, ketel berisi telur segera ditengkrengke (diletakkan di atas tungku). O iya, ndak lupa ke dalam ketel juga dimasukkan beberapa helai daun jambu kluthuk (jambu biji). Tadi Mak’e minta daun-daun itu dari Mbah Jolopo. Lalu, sembari menunggu telurnya direbus, Mak’e sibuk mengolah bumbu: bawang, brambang, tomat, salam laos, kemiri, ketumbar, sere, jahe, dan… haduh! Cilaka! La kok ada cabainya juga? Waaaahhhh…… Mak’e mau masak sayur pedas! Sambel goreng! Ancaman ini… Sungguh-sungguh ancaman…..

Nah, ketel umop (airnya mendidih), ndak berapa lama telur rebusnya matang. Airnya segera dibilas berkali-kali dengan air dingin, biar telurnya bisa segera dikupas. Tentu saja bagian kupas-mengupas telur itu aku ahlinya. Jadi, meskipun merasa kusrimpungi terus, Mak’e membiarkanku mengupas telur sampai habis. Sementara itu, bumbu digongsreng di atas wajan. Baunyaaaa…. Sedaaappp…. Tapi bener saja, telur dimasak sambel goreng. Jadi kuahnya merah. Bagiku tampak mengangah mengerikan! Artinya cuma satu: Telur pedas! Aku ndak bisa makan telur-telur ayamku! Huuuuhhhh….

Sambel goreng telur segera masak, tapi belum waktunya makan siang, masih terlalu pagi… Mak’e menaruh telur-telur itu ke mangkok besar. Lalu menyimpannya di lemari makan bagian paling atas. Aku memangdangnya sayu, oooohhhhh…. Telur-telur kesayanganku….

Mak’e pergi keluar rumah, Mbah Tung sibuk dengan ayam-ayam, manuk puter (deruk putih), dan manuk kutilangnya. Aku masih klinteran di sekitaran pawon. Ndak bisa lepas dari telur-telur itu. Bukan letaknya yang tinggi yang membuatku kebingungan. Aku pemanjat ulung. Pohon blimbing yang tinggi saja bisa kupanjat sampai pucuk, apalagi cuma lemari? Aku bisa saja mengambil telur-telur itu dengan mudah. Tapi bagaimana caranya membuat telur itu jadi tidak pedas?

Hem…. Sudahlah! Yang penting ambil dulu! 

Dengan semangat, pintu lemari kubuka. Di dalamnya kompartemen lemari terbagi menjadi empat rak. Kupanjat papan pertama, kupanjat papan kedua, lalu yang terakhir….. nah, tangan kecilku bisa menjangkau mangkok. Nah, telurnya berhasil kuambil. Hup! Langsung loncat ke bawah. Telur di tangan, kutimang-timang…."Apa yang harus kulakukan?"

Ide bagus!

Cepat aku lari ke samping rumah, dengan semangat kubuka lawang tugelan (pintu dengan dua ambang atas bawah) langsung menuju genthong besar. Hi hi hi… tutup genthong kubuka, telur kulempar ke dalam, "Byurrr...!" weeeehhhh.... bunyi ceburan yang asyik! Telur kutangkap lagi, kuceburkan lagi, kutangkap lagi, kuceburkan lagi, sampai semua warna merah mengerikan itu hilang terbilas di sana. Oke! sudah beres nih! Telur kumakan, lima kali gigitan yang sungguh memuaskan.....

Sudah?! Apakah berhenti sampai di situ?!
Ho ho ho ho ho ..... tentu saja tidak! Ha ha ha… Ketahuilah! Kelakuan itu kuulang, lagi, lagi, lagi sampai enam kali, sampai telur dalam mangkok habis tandas!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts