Rabu, 25 Februari 2015

PUISI TRADISIONAL (1): HAIKU

 HAIKU


Aku selalu menyukai puisi, baik puisi modern maupun puisi tradisional. Kali ini, sebuah bentuk puisi tradisional yang sangat sederhana mengusik minatku, justru karena kesederhanaannya yang bermakna dalam.

Puisi yang kusuka itu bernama Haiku, salah satu bentuk puisi tradisional Jepang. Haiku dapat berdiri sendiri sebagai satu bait puisi yang utuh atau menjadi bagian dari rantai sajak yang lebih panjang yang terdiri dari beberapa bait. Dan sebagaimana halnya semua bentuk puisi tradisional, Haiku pun memiliki aturan-aturan atau kaidah-kaidah tertentu.

Aturan Haiku adalah sebagai berikut:
1.    terbagi dalam tiga baris
2.    terdiri dari 17 suku kata
3.    setiap baris terdiri dari 5, 7, dan 5 suku kata
4.    tidak memiliki rima/persajakan
5.    memiliki “kigo” atau kata penunjuk musim pada saat haiku itu ditulis

Sebagai penanda musim, kata “salju” sering dipakai untuk musim dingin, sedangkan kata “kuntum bunga” sering dipakai sebagai penanda musim semi. Namun kata penanda musim ini tidak selalu terlihat jelas, kadang bahkan sangat tersamar. Matsuo Basho sering menggunakan kata Kawazu yang secara harfiah berarti katak. Di Jepang, katak-katak muncul di sawah pada saat musim semi, maka kata “katak” dipakai sebagai penanda musim semi. Matsuo Basho juga sering menggunakan kata Sigure. Kata Shigure secara harfiah berarti mandi hujan, sebuah tradisi yang dianut masyarakat Jepang. Tradisi ini biasa dilakukan pada akhir musim gugur atau awal musim dingin.

Contoh Haiku karya Matsuo Basho adalah sebagai berikut:

Di kolam tua
Katak melompat masuk
Kecipak air


Dalam bahasa Jepang, kaidah-kaidah penulisan haiku sudah pakem dan harus diikuti, namun dalam bahasa lain, kadang sulit untuk mengikutinya sehingga biasanya menjadi lebih longgar. Saat ini tiap-tiap tradisi bahasa mengikuti aturan-aturannya sendiri sesuai sifat alami bahasa di mana haiku tersebut dituliskan.

Di bawah ini adalah contoh Haiku karya orang Indonesia:

Aku tersedu
Berguru pada semut
Menempuh hidup


(Haiku karya Eka Budianta)

Sebenarnya tantangan terbesar dalam penulisan haiku justru adalah bagaimana mengirimkan pesan atau kesan kuat yang mampu melukiskan imajinasi hanya dengan mengandalkan 17 suku kata dalam tiga baris. Maka pada umumnya isi Haiku sangat sederhana dan mudah dipahami semua orang.

Bahkan penulis Haiku yang sangat terkenal seperti Matsuo Basho justru menggambarkan kehidupan keseharian. Ia menuliskan keseharian itu sedemikan rupa sehingga dapat memberikan sudut pandang baru dari keadaan biasa itu. Masyarakat Jepang menganggap karya-karya Matsuo Basho sebagai Haiku yang sangat kuat menorehkan kesan. Karya-karyanya banyak disitir dan diterjemahkan dalam bahasa-bahasa lain dan sering dijadikan rujukan penulisan haiku di seluruh dunia.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts