THE ANGLO AND THE BULLI-BULLI
Akhir-akhir ini Jogja terasa sangat dingin. Terutama bila malam
menjelang pagi sampai subuh datang menjemput matahari yang mulai
kelihatan trontong-trontong. Dalam keadaan seperti ini, aku harus
meningkatkan kewaspadaan sampai level tertinggi. Maklum, aku punya
alergi dingin dan biasanya kedinginan memicu sesak napas. Seketika
napasku bisa jadi mengkis-mengkis!
Nah, usaha keras menghangatkan
diri ini seringkali tidak cukup hanya dengan sekedar krukuban selimut
sampai ke dagu. Udara dingin masih bisa menembus sampai ke tulang-tulang
dan terasa semi-semi nyeri-nyeri gimanaaaa… gitu! Kalau sudah begini,
terpaksa harus pakai jurus ampuh lain. Masak air panas, masukkan ke
botol Tupperware ukuran besar. Lalu sambil tiduran kupeluk botol itu,
sesekali usapkan di kaki, di perut, di dada, di bagian-bagian tubuh yang
terasa kedinginan, sampai tertidur….
Botol berisi air panas, heeemmm…. that is the bulli-bulli what I mean on the title!
Dan the bulli-bulli ini adalah senjata ampuh pamungkas kesukaan Mbah Tung!
Syahdan jaman dahulu kala, mbah kakungku yang super unik itu punya
ritual khusus untuk berperang melawan dingin. Di malam-malam yang
dingin, malam-malam musim bediding, Mbah Tung selalu menyiapkan 4 hal di
bawah tempat tidur besinya yang buesar, tinggi, berwarna hijau dan
berkelambu kain kasa anti nyamuk:
- Anglo (tungku api tanah liat) dan ubo rampe-nya (areng, kipas, kertas bekas, korek api jros)
- Ceret berisi air
- Botol orson (sirup jeruk) bertutup dan serbet bersih atau handuk kecil warna putih
- Jengkok alias dingklik (bangku sangat pendek terbuat dari kayu)
Ritualnya adalah begini:
- Siapkan jengkok untuk duduk.
- Siapkan anglo, letakkan di depan jengkok, isi anglo dengan arang.
- Ambil sedikit sobekan kertas, bakar dengan rek jross, sisipkan kertas terbakar di antara arang-arang yang bergelimpangan. Tunggu sebentar.
- Tangan segera siap sedia memegang kipas.
- Begitu beberapa ujung arang mulai mengangah, mengandung nyala api, mainkan kipas di lubang anglo. Kipas-kipasin terus sampai wawa (kembang api) berlompatan pertanda nyala arang sudah stabil.
- Ceret berisi air ditengkrengke.
- Berdiri.
- Geser jengkok tepat di bawah tempat tidur hingga kalau kita duduk di tepi tempat tidur, kaki bisa ongkang-ongkang dan bertumpu ke jengkok.
- Geser anglo di depan jengkok.
- Segera duduk di tepi tempat tidur, kaki di atas jengkok, biarkan
kehangatan garang anglo merambat naik sementara menunggu air di dalam
ceret mendidih.
Oh, jangan bayangkan ceret akan memberi tahu dengan bunyi “nguuuuuuukkkkk…….” panjang kalau airnya mendidih. Jaman waktu itu, belum ada ceret nguk! Yang ada mung ceret item ndeles gegara dihiasi tebalnya angus arang dan kayu! Jadi, ceret andalan Mbah Tung sama sekali tidak cantik! - Begitu air mendidih, siapkan botol, isikan air panas ke dalamnya.
- Ambil botol dengan disarapi (dilapisi) serbet atau handuk kecil warna putih.
Sebenarnya warna handuk tak harus putih, hanya saja waktu itu, handuk kecil Mbah Tung memang warnanya putih. - Naik ke tempat tidur, puluk botol itu, sesekali usapkan di kaki, di perut, di dada, di bagian-bagian tubuh yang terasa kedinginan, sampai tertidur…. The bulli-bulli was ready to warm his body….
- Sementara garang anglo yang masih menyeala dibiarkan sajalah tetap menyala sampai ia mati sendiri…. Bau arang terbakar itu harum juga, dan sekaligus punya fungsi sebagai obat nyamuk.
Pada saat hari-hari berhujan, yang
seringkali hujannya nggrejih sepanjang hari selama berminggu-minggu,
garang anglo sahabat Mbah Tung ini juga menjadi sangat berharga. Bukan
hanya untuk menghangatkan badan, tapi….. jadi mesin pengering!
Waktu itu umurku masih sekitar 3 tahunan, jalan 4 tahun… aku punya adik
kecil umur setahun. Masih pakai popok. Masih sering ngompol. Bau pesing
dan boros baju. Hujan nggak berhenti-berhenti. Awan mendung kelabu
selalu menutupi matahari. Masalah-masalah-masalah. Baju dan celana
adikku biarpun lumayan banyak tetep aja habis. Jadi, apa akal?
Mbah Tung segera menyingsingkan lengan. Dia ambil kurungan ayam besar di
kandang. Dicucinya sampai bersih, pakai abu, pakai sabun, seperti orang
kalau mencuci piring… kurungan itu dilap juga untuk memastikannya
benar-benar terbebas dari mbelek-mbelek ayam yang menempel…
Masuk
ke dalam, ambil garang anglo yang apinya sudah jadi, bawa ke ruang
tengah yang luas, kurungan dikerudungkan di atasnya. Ha ha ha... garang
anglo jadi seperti ayam yang mendekam dalam kurungan…
Pastikan
saja api arang benar-benar sudah stabil, nggak akan mati dalam waktu
yang lama… Lalu…. ambil cucian popok, baju dan celana adikku.
Dijembreng, disusun sedemikian rupa mengitari kurungan ayam. Biarkan
mesin garang anglo mengeringkannya!
Nah, begitulah…. Kisah dari The Garang Anglo and The Bulli-Bulli…..
Catatan:
Dilarang keras mengomentari Bahasa Inggrisku!
Dilarang keras mengomentari Bahasa Inggrisku!
Iku mung awur-awuran.
Dimaksudkan sekedar asal nulis!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar