Senin, 29 Desember 2014

Mengenang Mbah Tung (3)

THE ANGLO AND THE BULLI-BULLI


Akhir-akhir ini Jogja terasa sangat dingin. Terutama bila malam menjelang pagi sampai subuh datang menjemput matahari yang mulai kelihatan trontong-trontong. Dalam keadaan seperti ini, aku harus meningkatkan kewaspadaan sampai level tertinggi. Maklum, aku punya alergi dingin dan biasanya kedinginan memicu sesak napas. Seketika napasku bisa jadi mengkis-mengkis!

Nah, usaha keras menghangatkan diri ini seringkali tidak cukup hanya dengan sekedar krukuban selimut sampai ke dagu. Udara dingin masih bisa menembus sampai ke tulang-tulang dan terasa semi-semi nyeri-nyeri gimanaaaa… gitu! Kalau sudah begini, terpaksa harus pakai jurus ampuh lain. Masak air panas, masukkan ke botol Tupperware ukuran besar. Lalu sambil tiduran kupeluk botol itu, sesekali usapkan di kaki, di perut, di dada, di bagian-bagian tubuh yang terasa kedinginan, sampai tertidur…. 

Botol berisi air panas, heeemmm…. that is the bulli-bulli what I mean on the title!
Dan the bulli-bulli ini adalah senjata ampuh pamungkas kesukaan Mbah Tung!

Syahdan jaman dahulu kala, mbah kakungku yang super unik itu punya ritual khusus untuk berperang melawan dingin. Di malam-malam yang dingin, malam-malam musim bediding, Mbah Tung selalu menyiapkan 4 hal di bawah tempat tidur besinya yang buesar, tinggi, berwarna hijau dan berkelambu kain kasa anti nyamuk:
  1. Anglo (tungku api tanah liat) dan ubo rampe-nya (areng, kipas, kertas bekas, korek api jros)
  2. Ceret berisi air
  3. Botol orson (sirup jeruk) bertutup dan serbet bersih atau handuk kecil warna putih
  4. Jengkok alias dingklik (bangku sangat pendek terbuat dari kayu)

Ritualnya adalah begini:
  1. Siapkan jengkok untuk duduk.
  2. Siapkan anglo, letakkan di depan jengkok, isi anglo dengan arang.
  3. Ambil sedikit sobekan kertas, bakar dengan rek jross, sisipkan kertas terbakar di antara arang-arang yang bergelimpangan. Tunggu sebentar.
  4. Tangan segera siap sedia memegang kipas.
  5. Begitu beberapa ujung arang mulai mengangah, mengandung nyala api, mainkan kipas di lubang anglo. Kipas-kipasin terus sampai wawa (kembang api) berlompatan pertanda nyala arang sudah stabil.
  6. Ceret berisi air ditengkrengke.
  7. Berdiri.
  8. Geser jengkok tepat di bawah tempat tidur hingga kalau kita duduk di tepi tempat tidur, kaki bisa ongkang-ongkang dan bertumpu ke jengkok.
  9. Geser anglo di depan jengkok.
  10. Segera duduk di tepi tempat tidur, kaki di atas jengkok, biarkan kehangatan garang anglo merambat naik sementara menunggu air di dalam ceret mendidih.
    Oh, jangan bayangkan ceret akan memberi tahu dengan bunyi “nguuuuuuukkkkk…….” panjang kalau airnya mendidih. Jaman waktu itu, belum ada ceret nguk! Yang ada mung ceret item ndeles gegara dihiasi tebalnya angus arang dan kayu! Jadi, ceret andalan Mbah Tung sama sekali tidak cantik!
  11. Begitu air mendidih, siapkan botol, isikan air panas ke dalamnya.
  12. Ambil botol dengan disarapi (dilapisi) serbet atau handuk kecil warna putih.
    Sebenarnya warna handuk tak harus putih, hanya saja waktu itu, handuk kecil Mbah Tung memang warnanya putih.
  13. Naik ke tempat tidur, puluk botol itu, sesekali usapkan di kaki, di perut, di dada, di bagian-bagian tubuh yang terasa kedinginan, sampai tertidur…. The bulli-bulli was ready to warm his body….
  14. Sementara garang anglo yang masih menyeala dibiarkan sajalah tetap menyala sampai ia mati sendiri…. Bau arang terbakar itu harum juga, dan sekaligus punya fungsi sebagai obat nyamuk.
Pada saat hari-hari berhujan, yang seringkali hujannya nggrejih sepanjang hari selama berminggu-minggu, garang anglo sahabat Mbah Tung ini juga menjadi sangat berharga. Bukan hanya untuk menghangatkan badan, tapi….. jadi mesin pengering!

Waktu itu umurku masih sekitar 3 tahunan, jalan 4 tahun… aku punya adik kecil umur setahun. Masih pakai popok. Masih sering ngompol. Bau pesing dan boros baju. Hujan nggak berhenti-berhenti. Awan mendung kelabu selalu menutupi matahari. Masalah-masalah-masalah. Baju dan celana adikku biarpun lumayan banyak tetep aja habis. Jadi, apa akal?

Mbah Tung segera menyingsingkan lengan. Dia ambil kurungan ayam besar di kandang. Dicucinya sampai bersih, pakai abu, pakai sabun, seperti orang kalau mencuci piring… kurungan itu dilap juga untuk memastikannya benar-benar terbebas dari mbelek-mbelek ayam yang menempel…

Masuk ke dalam, ambil garang anglo yang apinya sudah jadi, bawa ke ruang tengah yang luas, kurungan dikerudungkan di atasnya. Ha ha ha... garang anglo jadi seperti ayam yang mendekam dalam kurungan…
Pastikan saja api arang benar-benar sudah stabil, nggak akan mati dalam waktu yang lama… Lalu…. ambil cucian popok, baju dan celana adikku. Dijembreng, disusun sedemikian rupa mengitari kurungan ayam. Biarkan mesin garang anglo mengeringkannya!

Nah, begitulah…. Kisah dari The Garang Anglo and The Bulli-Bulli…..


Catatan:
Dilarang keras mengomentari Bahasa Inggrisku! 
Iku mung awur-awuran. 
Dimaksudkan sekedar asal nulis!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts